Pernah dikejar selosin pit-bull yang
tengah menstruasi? Saat kamunya mulai lelah, dianya masih semangat! Kamunya
jatuh, dia tetap mengejar mesra. Kamunya mati, dia baru berhenti. Seperti
itulah mungkin saya sekarang ini. Bukan, bukan sedang dikejar anjing, tapi
dikejar detik. “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam
untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan.
Itulah ketentuan-Nya Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (6: 96). See, planet kita yang sedang menuju
extinction inipun diatur waktu dan berjalan dinamis, so do I. Mencoba
nahan nafas barusan selama 12 detik, in a well hydrated condition tentunya, dan
itu menyiksa sekali. Berharap waktu berhenti 12 detik saja, tapi ternyata waktu
terus berjalan tanpa ampun seperti argo Taxi di tengah macetnya Dago saat
weekend. Saya kira waktu berdetak sesuai dengan birama nafas saya, tapi
kenyataannya tidak begitu. Semua tentang waktu selalu terlupakan namun ajaib
dan menakjubkan. Sewaktu di dalam rahim, Tuhan sudah menuliskan semua takdir manusia.
Sedih karena kehilangan tamiya saat pamer di SD, senang saat gebetan pertama
mau diajarin simple present tense, malu karena di setrap guru fisika karena
lupa bawa buku Bob Foster, atau saat memuji wanita yang menurut saya sempurna
(tapi dia menampiknya), semuanya sudah tertulis jelas. Sungguh sangat detail
sekali takdir itu dan juga otentik pada tiap individu, tiada seorangpun
bernasib persis dengan orang lain, waktumu untukmu dan waktuku untukku. Dari
awal saya menghirup nafas (saya sudah bernafas selama 25 tahun ternyata. Bosan?
Tidak!) hingga akhirnya saya melepas nafas yang entah kapan, juga sudah
tertulis jelas ditautan takdir. Urusan waktu manusia, tiada yang prestige dalam
Kosmologis Tuhan. Sudah dari sananya, bila sesuatu yang diambil, maka akan
dikeluarkan kembali (yup, you can relate to the fart system-up inhale: down
exhale). Sesuatu yang naik, maka akan turun, yang muda akan menua dan yang
hidup akan mati. Pernah merasa seperti ini:”perasaan baru kemaren pake seragam
putih biru, ikut upacara, flirting-flirting, latihan pramuka di akhir pekan,
deg-degan UN, dll”, pernah? Memang kadang waktu bersiklus unconsciousness-ly,
serasa baru kemarin tapi pas nyadar tau-tau istri anda pulang dari pasar bawa
belanjaan 3 karung, pake daster dan roll rambut, bawa anak anda yang ingusnya
udah kaya lilin. Ada yang hilang? Tidak sepertinya, waktu anda sangat presisi
dan tidak mungkin hilang hanya secara (cognitive) psikologis saja anda mnerasa
seperti itu. Terkadang ke-obsesifan yang tidak tercapai juga membuat anda
(merasa) kehilangan waktu. Semua sudah tertakdirkan dan terhitung waktu, jangan
menyesal atas urusan waktu, it is wasted away. Takdir itu mungkin seperti
sebuah parsel berisi aneka ragam cerita, dan dibawahnya tersimpan jam yang
menghitung mundur. Beda dengan jam dinding pada umumnya yang menghitung maju,
jam yang satu itu justru menghitung mundur. Setiap manusia sudah sepaket dengan
countdown-clock tersebut saat dilahirkan. Di set sesuai dengan jangka hidup
atau usia pemilik parsel tersebut. Ada yang di set 50 tahun, ada yang 60 tahun,
ada juga yang 114 tahun, bahkan ada yang di set 1 hari atau 1 jam. Namun, siapa
yang tahu tentang jangka waktu penyetingan tersebut? No one! Waktu kadang tidak
berpihak, tapi kadang juga sangat indah. Ketidakberpihakan waktu merupakan
hasil dari sebuah ketidaksiapan kita untuk menjadi sesuatu yang lebih baik.
Sudah lah, apapun yang kita lakukan TIDAK AKAN PERNAH MENGHENTIKAN WAKTU ATAU
MEMUNDURKAN WAKTU! Kita diam pun, waktu berjalan. Dia tidak pernah tidur, dia
pergi kemanapun kita pergi. Waktu kita tidak banyak dan tidak lebih panjang dari
waktu antara Maghrib menuju Isya. Meski waktu terlihat bersiklus-mereka disana menyebutnya
Ouroboros atau YinYang-siklus itu bukan mengulang tapi menambah. Apapun yang
kamu lakukan, dikenai waktu, loh. J
BlognyaBugi
Sunday, January 22, 2012
Tuesday Comes to Everyone the Same
Anyissss
telat!! Berangkat terlalu siang make angkot Stasion-Dago mah sami sareng
memacetkan diri di Cikapayang, Dukomsel dan BIP! Belum lagi pas turun angkot, kudu
jalan kaki dari bawah jembatan penyebrangan-yang pas di jalan Stasiun Timur
menuju Stasiun Hall-karena si angkot sekarang tidak diperbolehkan masuk sampai
area stasiun. 10 menit jalan kaki, baju lembab berhambur keringat, hah heh hoh
ga puguh dan injury time membeli tiket pastinya. Buru-buru beli tiket karena KRD
Patas Baraya Geulis biasanya on time. But ah, yessss, I was saved by the
Peron-hero who said that the train was delayed for 10 minutes, Alhamdulillah,
amin (mungkin jika diperkenankan saya akan sukuran 3 hari 3 malam di dekat
peron atas keterlambatan ini. Well, shall I continue the story??). Langsung
masuk Stasiun dan duduk di kursi jalur 2 sambil mengeja nafas yang
terengah-engah bak ibu-ibu hamil tengah bukaan 12 disuruh push-up. Mencari Aqua
(okay, air mineral. Tapi merknya Aqua) di dalam tas, lalu menenggaknya dengan
penuh birahi beberapa milliliter, dan yah, it was terrific Tuesday!! Buka hape,
cek facebook bisi ada notif, wall atau inbox. Ada message ternyata, sebuah
klarifikasi terkeren yang pernah saya terima dari seorang perempuan. Sekalian puter
mp3 juga biar tenang dan memposisikan kedudukan di kekursian agar ke-cool-an
menyebar ke seluruh stasiun biar para penumpang lain merhatiin. (Dude, why you
so serious, huh??)
Kereta
datang, si Kuning-Biru yang ditunggu ratusan ribu, uhm, puluhan ribu deh, uhm,
ribuan ketang, uhm, no, yah, well, hanya beberapa gelintir orang dengan
orientasi yang berbeda-beda di benak mereka. Ada perempuan ber-seragam cokelat dengan
atribut PEMKOT Uganda (ah, bukan koq, bukan Bandung) serta ber-nametag hitam di
dadanya, pasti dia sedang pura-pura sakit dan bilang mau cek ke Santosa padahal
bolos. Si Bapa di ujung sana yang berkemeja putih, berdasi biru dan membawa tas
kulit yang dahinya berkerut membaca koran Kompas, pasti tukang service jam
tangan di Padalarang. Mba-mba berbaju Timnas ketat dan ber-celana blue jeans
hitam dengan dandanan menor seolah “bedak adalah hidupku, lipstick adalah
nafasku” pasti debt collector sebuah asuransi. Dan mas-mas berjaket kulit lusuh
di deket pintu otomatis bisa dipastikan copet (tapi bawa helm. Ah gampang, kalo
bukan copet ya berarti tukang ojeg. sip)! Kereta berjalan dinamis, semakin cepat,
aku merasa ini Shinkansen, oh tidak, aku mungkin terlemapr ke Jepang, mungkin
yang tadi kumasuki bukanlah toilet tapi mesin waktu, oh, oh, tidak, oh, tolong
aku, Miyabi (Ya, Ya, Ya..I know, I’m talking sh*it again). Di dalam sini sepi
tanpa ada percakapan, semua orang sibuk dengan dunianya sendiri. Kereta terus berjalan
menembus Ciroyom, Andir, dan Cimindi sebelum kemudian berhenti di Cimahi. Saya
buka facebook (lagi), sekadar nge-cek notif, tapi tidak ada satu pun. Padahal
sudah tiga hari ini saya tidak buat status ataupun komen di post siapapun, aneh
memang. Penjual Tahu Sumedang, Minuman dingin, dan snack hanya menawarkan
seadanya seperti yang “nasteung” karena selain penumpangnya sedikit, mereka
juga sudah berapa kali bulak balik dan tidak seorang pun melirik dagangannya. Maaf,
kami komuter yang sadar sarapan pagi, bukan tukang jajan. *tapi mungkin jika
ada Gehu, okelah, bisa dipertimbangkan.
Kereta
yang saya naiki ini tidak seperti KRD Ekonomi, yang penuh berdesakan, karena
memang KRD Ekonomi menampung penumpang baik yang memiliki karcis (sadar) maupun
yang tidak memiliki karcis(sarap), yang sarap itu mengantongi sebuah jampi:
ATOS PA, TADI!, jadi saat kondektur menanyakan karcis, tinggal jawab itu saja,
niscaya aman. Juga pembauran antara penjual asongan, pengamen soloist, baik
yang nge-lem Aibon ataupun yang tidak, serta pengamen keroyokan (biasanya di sekitaran
stasiun Andir. Sekali ngamen mereka biasanya berkelmpok antara 4 orang sampai
11.000 orang!*Hell dude, you may believe in what I’ve said. It’s up to you!),
tukang sapu berbaju Bob Marley dan memang mirip karena gimbal dan tahi lalat di
jidat, tukang nyemprotin Bayfresh bermuka tamak, tukang pulsa keliling yang
rada banci, tukang kacamata ceng-dem yang sok gaya, tukang jepit rambut
warna-warni seribu tiga (mengincar anak-anak SMP paruh baya yang sedang labil
dalam memilih), tukang Tahu (pastinya), tukang apel, jeruk, bahkan sales
kriditan motor Honda pun ada, what the…. Kereta ini, aduh (maaf) sangat lambat
sekali mungkin jika diibaratkan seperti modem saya yang habis kuota dan belum
di isi sampai si operator dengan rajinnya sms tiap pagi mengingatkan “maaf
kuota telah habis, segera isi ulang. 50.000 untuk 1 GB.”, ah bikin emosi saja.
Tapi, Kereta yang sedang saya tumpangi ini lebih cepat dan memang nyaman karena
pedagang hanya ada 3 atau 4 orang saja dan itu resmi loh, punya seragam dan ID
juga. Kereta ini hanya berhenti di beberapa stasiun saja. Dari stasiun Bandung
menuju stasiun Cimahi hanya memerlukan waktu 10-15 menit saja.
Yesss…akhirnya
sampai juga.
********
Saya
datang ke Cimahi untuk menafkahi diri saya sendiri dan mungkin beberapa orang
yang ditakdirkan bertemu saya lalu diberi sedikit dari apa-apa yang telah saya
dapat. Di Cimahi, saya hanya menghabiskan waktu beberapa jam saja sampai agak
sore. Selebihnya pulang ke Dago, dan bercengkrama lagi dengan imajinasi liar
saya yang tak karuan ujung tungtungnya.
Pulang
dari kampus, saya kembali ke Stasiun Cimahi mengantri tiket pulang menuju
Bandung. Agak santai, karena ibu kosan tidak mungkin juga meminta saya datang
tepat waktu (terkecuali ibu kost menginginkan saya jadi menantunya. Tapi ah,
sulit. Meski anaknya memang cantik, tapi saya toh tidak pernah siap memiliki
mertua Robocop dan Medusa dalam satu paket!) kembali duduk di jejeran kursi
Jalur 1 stasiun Cimahi. Mendung, dan mungkin akan hujan. Entah hujan radiasi
dari Jepang atau hujan sianida sintetis kiriman Neo-Hitlerism dari German sana
yang salah sasaran. Di sebelah saya duduk berdampingan dua lelaki tuna netra yang
tengah asyik membicarakan istrinya masing-masing yang katanya sangat sempurna
bagi mereka, mau menerima mereka apa adanya dan juga menyediakan keperluan
pencarian nafkah (mengamen, red.). Sungguh, wanita jenis apakah yang bisa
menerima lelaki seperti itu? Apa yang wanita tersebut harapkan dari para
lelakinya? Ungkapan CINTA ITU BUTA sudah bukan jamannya lagi. Kalo Cinta itu
Buta, mengapa ada lingerie dan bikini? Tapi itulah Maha Adilnya Tuhan
menciptakan lautan beserta daratannya dan juga isinya (lelaki dan perempuan
yang saling berpasangan). Saya sepertinya harus belajar ikhlas dan bekerja keras
untuk mendapatkan sesuatu. Mereka lalu pulang dan sekarang sepi lagi, andai
Nurdin Halid datang kemari, pasti rame banyak massa membawa spanduk, “TURUNKAN
NURDIN HALID!!HIDUP PSSI dan semoga Indonesia juara PING PONG!” Sekarang hanya ada
lagu Paramore “The Only Exception” dari Hp saya dan sebuah celah kecil di
kepala saya yang kembali menampilkan slide potret manehna, D’oh!!help me Homer
J. Simpsons!!!!
Kereta
datang perlahan dari Padalarang membawa beberapa biji, uhm, orang manusia
lunglai dari tempatnya bekerja. Saya duduk sendiri di pojokan dekat sambungan
kereta. Orang-orang terlihat diam dengan mata layu menerawang ke luar jendela,
entah apa yang dipikirkan, mungkin hutang, muka sangar sang bossnya, atau
mungkin memikirkan selingkuhan yang kepergok selingkuh dengan selingkuhannya?
Rumit sekali hidup mereka. Sementara saya, terus tersenyum sumbang membayangkan
seseorang ditemani Heartbreak Warfare milik John Mayer. Sesekali minum, lalu
diam lagi, senyum lagi, minum lagi dan bersin hingga sampai kram hidung saya,
lalu kereta mengurangi kecepatannya dan tibalah saya di stasiun Bandung hampir
sore, dan tetap mendung namun tak ada sianida sintetis dan reaksi nuklir.
Membayangkan kalo itu terjadi, di Cimahi saya masih manusia, sampai Bandung
sudah jadi Mutan Toke. Gusti….
Keluar
Stasiun, ada yang menyita mata saya, dia adalah seorang nenek jompo telah renta
dan hampir bungkuk yang ternyata baru saya sadari bahwa sedari tadi pagi saat
saya datang berpeluh kesang sampai sekarang saya tiba berkeluh kesah dari
sebuah pekerjaan di waktu yang sesore ini, beliau masih menjajakan SUMBU KOMPOR
di depan Stasiun Hall (Timur). Sampai setua inikah beliau harus menafkahi
dirinya dan mungkin keluarganya? Sampai sesore inikah beliau harus berdiri
menjajakan sumbu kompor yang mungkin buat sebagian orang sangat tidak penting?
Tapi beliau tidak meminta-minta seperti sebayanya yang sama-sama kurang
beruntung. Terlihat dia masih semangat menjajakan sumbu kompor ke setiap orang
yang lewat di depannya sambil tersenyum ramah. Bukan hanya 1 atau 2 plastik
yang dia bawa, tapi beberapa plastik yang menggunung belum terjual sampai
sesore ini. Dia membawa sebotol air putih dan sebungkus nasi yang tergeletak
begitu saja tidak terbungkus rapi. Saya duduk menunggu angkot yang mungkin
lewat, sekalian istirahat. Sepertinya, sampai sesore ini tidak ada satupun
sumbu kompor yang terjual (terima kasih kepada bapak-bapak yang telah
meng-konversi minyak tanah ke gas). Si nenek itu kemudian duduk dan menyimpan
sumbu kompornya selagi menunggu rombongan orang yang lewat berikutnya. Seyakin
itukah beliau menjajakan sumbu kompor di tengah konversi? Sehebat apakah beliau
akan bertahan dengan hal itu? Disini ternyata ada sisi kehidupan unik yang
sangat berguna bagi kehidupan saya. Kehidupan saya selalu di unggah dan di
unduh oleh kehidupan orang lain, oleh kehidupan sebelumnya dan oleh kehidupan
yang akan datang. Si nenek terlihat membuka botol minumannya, lalu meminumnya
dengan perlahan. Bekalnya dibuka, lalu mulai mengambil nasi yang bukan ukuran
porsi saya. Nasi, benar-benar nasi, tanpa apapun, hanya nasi yang sudah hampir
kering. Matanya nanar entah memikirkan apa. Tangan lunglainya menyuapkan secuil
nasi ke dalam mulutnya yang tak lagi bergigi. Dikunyah seadanya lalu didorong
air minum, berhenti sebentar lalu mengambil sesuatu dari kantong plastik merah
yang ternyata beberapa obat generic terbungkus plastic obat berwarna biru. Ah,
lengkap sekali hari ini. Pagi terburu-buru, siang berpanas peluh, dan sore
harus saya habiskan melihat si nenek itu berjuang. Tapi beranjak pun saya
enggan, masih terus berfikir tentang bahan material pembentuk semangat si nenek
itu. Langit makin pekat, campuran langit sore dan mendung. Sudahlah, saya
bergegas pulang dan sejauh mata memandang, si nenek itu masih terus berdiri
menjajakan sumbu kompor ajaibnya yang entah sampai kapan akan terjual, dan
entah pukul berapa beliau akan pulang atau mungkin juga tidak.
Dan
diantara rentetan kejadian hari ini, Pak Sore lah yang memenangkan hati saya
untuk berfikir lebih jernih tentang kehidupan. Memang ada kalanya saya terkekeh
setengah mati bersama teman-teman, ada kalanya saya juga diam sendirian di
dalam kamar memikirkan sesuatu atau seseorang, dan ada kalanya melakukan
keduanya secara bersamaan (tertawa dengan orang yang selalu saya pikirkan saat
sendirian. Sebuah paket hemat). Yang tengah jadi trending topic di otak saya
adalah “Who are you with the unforgettable face and unpredictable personality?”
Tapi setelah pengalaman yang saya indrai sendiri sore ini, saya menyimpulkan
bahwa yang terpenting adalah hari-hari saya tidak hanya dipenuhi oleh perasaan
yang itu-itu saja. Melulu tentang mendapatkan perhatian seseorang adalah sebuah
kengerian yang terselimuti canda lalu diumbar dengan indah demi mendapatkan
sebuah kenyamanan meski cenderung dilebih-lebihkan agar saat itu menjadi menyenangkan.
It leaves you a whole exuberance and puts you in the mirror, then you’ll say
“God, give me an extra time. Keep the day bright!”, tapi kalo kata Malique n
d’esssential sih “Buka mata, hati, telinga..sesungguhnya masih ada yang lebih
penting dari sekadar kata cinta! Yang kau inginkan tak selalu yang kau
butuhkan, memang yang paling penting cobalah untuk membuka mata, hati,
telinga…!”
Welcome to the real life. Apa
yang salah dengan lagu “Carnival”-nya The Cardigan saat dinyanyikan sang
gitaris? Ah, dengarkan sajalah dan kamu akan tahu itu. Sangat tercium aroma
Reverse psychology sedang mendekonstruksi semuanya. Semua hal yang berkaitan
dengan hati akan sangat relative, subjective dan cenderung irrational. Ketika kamu
punya logika, namun percuma saja, itu mati. Why Everything Is Relative—Even When It
Shouldn't Be? (Dan Ariely).
Dan inilah akhir sebuah cerita tak tersambungkan
antara KRD, Selasa, Sumbu Kompor, lagu Paramore dan penyanyi cover versionnya
yang sangat menginspirasi saya belakangan ini. : )
The fact is:
1.
Kereta Rel Diesel Baraya
Geulis memang keren buat para komuter.
2.
Saya memang ke Cimahi
seminggu sekali dan memakai jasa transportasi kereta.
3.
Ibu penjual Sumbu Kompor
memang ada, dan masih suka menjajakan dagangannya di depan St. Hall gerbang
Timur. (jika ada rezeki tambahan, berbagilah sedikit, teman-teman! juga buat
adik-adik para penjaja Cowet Batu dan Mutunya di dekat Riau Junction.)
4.
What I’m gonna do when
the best part of me is always you?
5.
Hidup saya telah sedang
menyenangkan Selasa itu : )
Entah ini apakah! Apapun lah, ini Buatnya
“I’ll
take a quite life for handshake more carbon monoxide no alarm and no surprises!”
Thom York yang (katanya) schizophrenic malam ini berhasil menjejalkan pengantar
konsep sebuah kebosanan akan sebuah sesuatu yang terus menerus dipaksakan. Menukil
waktu yang diam dan dinamis, serta dinamisnya waktu yang diam. Bakar saja
kalender dan kubur dalam-dalam jam kamu! dan kamu tidak akan pernah merasa tua.
Berfikir logis tidak mungkin memecahkan hal serumit dan sepelik ini, teman-temanku
yang baik. Usia memang menuntut perubahan dan perubahan menyita kelogisan
tentunya. Aturan dan konvensi baku sudah terlanjur diresmikan terkait hal ini ,meski
dibawah tekanan ke-subjektivitas-an dan ke-arbitrer-an. Mungkin ada ruang
ketiga antara rasio dan emosi yang bisa menjelaskan ini, entah apalah namanya,
tapi pasti ada. Mungkinkah intuisi? Ah, Intuisi hanyalah kebukanan yang terjadi
saat sesuatu dirasionalkan namun buntu pada akhirnya. Metafisik kah? itu
berlaku saat sedang susah berlogika, sulit menerawang angka-angka pengisi
perut, terhimpit urusan dunia beserta penghuninya, terbujur di atas ranjang
Rumah Sakit mahal, dikenai perasaan takut berlebih yang sangat seolah-olah
demikian adanya, terpatrilinealkan dan termarjinalkan aturan sistemik, dan
macam hal yang kadang terseok dan hanya ketersungkuranlah untuk menyelesaikannya.
Apa dong? Apa sih? Mungkin ini!
Begini,
pada dasarnya saya hanya ingin membahas konsep usil atas sebuah kesendirian
yang sering dilontarkan mereka pada saya. Ya, ini ada kaitannya dengan si “Bumi”
(jika dalam kasus ini saya kaum pemakan Apel terlarang itu). Andai dulu, sepersekian
detik saja ibu saya berubah fikiran dalam urusan mengejan, mungkin tatanan
kosmologis dalam tautan takdir akan berbeda, bukan? Bisa jadi hari ini mungkin
saya tengah memikirkan untuk membeli beras, susu bayi, uang SPP anak dan
kebutuhan istri buat besok. Tapi Tuhan itu adil sekali, Maha Adil dan sudah
tahu akan keadaan makhluk-Nya yang rupawan nan hina ini, beserta nasibnya, “Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan
beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya)
dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (20:112). Iya, Dialah adil
seadil-adilnya. Mengapakah merasa tidak diperlakukan adil oleh Tuhan? Mengeluh
setiap hari seolah-olah itu menyelesaikan masalah. Kalo begitu, oke, saya mau
mengeluh:” Tuhan, mengapakah sampai hari ini hidup saya hanya sebelah?
Mengapakah kesebayaanku menuntut keberduaan yang berujung pada penciptaan
keluarga (baru)?” lalu apakah dengan ajaibnya akan muncul sesosok wanita manis
telanjang bulat menjulur-julurkan lidah dan memakai stiletto yang siap kapan
saja dibuahi? Ah tidak juga demikian. Kesendirian memang kadang memunculkan
hal-hal yang terlihat absurd, aneh atau tidak rasional. Ini adalah seperti abad
dimana manusia menganggap dunia tidak mungkin terlipat, karena planet ini
tidaklah sebulat ruang mulutmu saat berujar “Ooooh..” dengan brutalnya karena
pemikiran ortodok akan dunia. Dan planet ini tidak sesempit WC umum tempat saya
berimajinasi sambil menguras substansi hangat tanpa ragu. Planet ini luas, luas
sekali. Seluas mata kita berfikir menggantikan otak. Seluas kebodohan mereka
terhadap makna ikhtiar. Namun sekarang? Dunia sudah terlipat sekecil detik dan
sesempit jarak mata terhadap layar pendar. Sehingga detikpun dirupiahkan dan
mata pun dimediakan.
Melihat mereka yang berbahagia diatas podium
yang ditinggikan beberapa puluh centi dihadapan teman dan kerabat, saya pun
merasa ingin. Memang mudah memuali sesuatu dengan kebaikan (pernikahan), namun
yang tersulit adalah mengakhirinya dengan kebaikan juga. Namun, hey, ada hal
lain yang ternyata harus diprioritaskan dahulu sekarang. Teman-temanku, sudahlah,
kalian juga kan butuh istirahat, kalian nikmatilah masa indah kalian di Bumi ini
dengan otak bersih kalian yang terlindungi tempurung (padahal seharusnya tidak
usah dilindungi sedemiukian rapihnya, karena otak bersih kalian tidak akan
diminati museum Negara untuk diawetkan). Jangan terus-menerus memikirkan dan
mengatur nasib saya yang menurut kalian tak berirama ini. Tenang, saya pun
sebenarnya (sedang) punya dia. Dia yang tidak pernah tahu betapa saya ingin
menjambak waktu agar berhenti. Terengah-engah mencuri bahan cerita baik dan
buruk untuk disuguhkan. Memposisikan diri sebagai orang kiri sehingga dia akan merasa
baik-baik saja dan aman di tempatnya. Dia bahkan mampu menidurkan hewan imut bertaring
ditempat dimana semua hasil kerja keras menata huruf selama ribuan jam berjubel
dengan indahnya juga sistemik. Mungkin dia orang baik, dan jika saya
mendapatkannya, semoga menjadi yang terbaik, karena saya pasti sebaliknya. Dan
bukankah wanita baik hanya untuk pria yang kurang baik? Ataukah wanita baik
hanya untuk pria baik? Lalu saya? Tapi, kita itu seperti tomat. Ada teman saya
yang parasnya sungguhlah abstrak, membenci tomat amat sangat, namun disisi lain
dibelahan dunia lain, ribuan orang menyukai tomat. Simpulannya, kita punya
pangsa pasarnya masing-masing. Jika saja kami memang ditakdirkan menjadi dua orang
baik-baik pada akhirnya, maka itu adalah bonus. Namun jika saya bukan untuknya,
saya pasti orang baik yang harus mendapatkan wanita kurang baik untuk
diperbaiki. Tapi, bisa jadi wanita kurang baik itu, dia. How, God? Is it okay?
Diam berarti iya, Tuhanku yang Maha Baik, terima kasih, Tuhan.
Dan diakhir tahun
(ini), mungkin saya akan mengajaknya belajar mengeja tanda-tanda tentangnya. (Bugi)
Ps: please listen
to the track of Bruno Mars with his single Marry You! It’s cool, brilliant! ^^b
Sebuah Mug Berisi Cajon dan Renungan Venus
Pagi tadi pukul 05.21 WIDP-44 (Waktu Indonesia Bagian Dago Pojok no.
44) tersiar kabar melalui pesan singkat tentang sebuah berita naas. Saya rada
terhenyak, denger temen masuk rumah sakit di Jakarta Tenggara. Kecelakaan motor
hampir merenggut nyawanya. Luka kepala sangat parah hingga sangat mungkin
mengalami gegar otak. Serius, saya sedih dengernya. Kasihan keluarganya juga
dirinya, karena dokter memvonis akan ada kelumpuhan permanen di bagian tungkai
kaki kanan karena syaraf-syaraf vital putus akibat kecelakaan tersebut. Dokter
tidak berani melakukan tindakan operasi, terlalu beresiko ujarnya. Terlebih beberapa
organ dalam seperti lever, dan saluran empedu terluka. Katup dan selaput
jantung pecah sehingga terjadi penggumpalan darah di jantung , dan sirkulasi
darah serta oksigen tidak lagi sempurna. Ini juga berpotensi akan menghambat
kinerja Paru-paru yang juga telah mengalami penyempitan saluran menuju larynk
dan hidung. Kesemuanya itu diakibatkan tubrukan tidak beraturan terhadap
benda-benda keras, seperti trotoar dan aspal. Saya tahu dia anak yang baik dan
ramah, ramah sekali. Dia berani merantau ke Jakarta dari kampung demi menafkahi
ibunya yang telah menjanda serta kedua adik perempuannya yang masih bersekolah.
Selepas sekolah, dia tidak memutuskan kuliah. Beberapa hal mengganjel
langkahnya, salah satunya adalah biaya dan pertimbangan akan adik dan ibunya.
Dia benar-benar kepala keluarga di rumahnya, pengganti sang ayah yang telah
lama meninggal akibat serangan kanker paru-paru ganas. Kini, ibunya harus kembali memeras keringat
dan menjual semua harta peninggalan suaminya demi membiayai anaknya yang tengah
sakaratul maut di rumah sakit. Dan satu-satunya harta yang bisa dijual adalah,
rumah yang ditinggali. Tapi sayang, note ini tidak akan menceritakan hal itu,
karena hal itu hanya fiktif belaka. Terima kasih telah bersedia membaca prolog
saya yang mungkin pada akhirnya menyebalkan karena fiktif.
“Sebuah Mug Berisi Cajon dan Renungan Venus” berisi klausa-klausa
sederhana mengenai sebuah keinginan seorang manusia yang bernama laki-laki
dalam memperjuangkan cinta dan hidupnya. serius, ini asli. Cinta itu bukan
sekedar bertukar cairan, dan memasangkan kutub-kutub positif dan negative atas
wanita dan lelaki. jadi apa dong? Oke,,kita telaah lebih jauh mengenai hal ini.
Sebuah pemikiran janggal saat Nyx dan Erebus ditendang oleh Hemera.
Secuap lagu dari Tokyo Jihen berjudul Rakujitsu mengalun di decibel rendah.
Agak kontradiktif memang, pagi-pagi koq dengerin Rakujitsu. Jadi weh lagunya
diganti yang lebih menggugah mata, keras, kuat berotot, tapi bukan dengan band
pagi hari yang suka lipsync di tipi-tipi. Saya ganti lah lagu itu dengan
suaranya si Arnold Swasanaseger. (Emang Arnold pernah nyanyi dan bikin album??NYA
HANTEU ATUH…NAHA DIWARO TEUING!!ENYA GE KUAT TAPI DA SI ETA MAH PAN GEUS JADI
LURAH DI AMERIKANA TEH!malah mah baheula sempet nga-dalang di Lebak Hangseur
jeung mamah Bungsu Bandung, Obama ge harita sumping mamawa samak pandan, bari
jajan su’uk nu di pincuk!!sila cumanot anteng. Heup,heup,heup,,sok jadi
kateterasan nganggo basa sunda). Dan secangkir kopi panas rada pait dengan
cream abal-abal yang cuma seharga Milkuat cokelat beku di warung-warung yang
siap di seruput,put,put bersama segelondong donat legal karena tengahnya bolong.
Ahhhh, what a wonderful morning,beibh! Saya kembali ke rutinitas, me-nu-kil
e-book(s) guna penyempurnaan sang The*is yang lama tak di respon sang
coordinator. Sekalian curhat ah:IBU,BAPA,,AI ABDI BADE IRAHA UP??? -P.S I Love
You-
Tiba-tiba, segerombolan awan gelap menggelayut di atas kepala,
menumpahkan beberapa pertanyaan, menghujam seperti gerimis kepada wajah, jarum
kepada bantal, telunjuk kepada ee ayam, dan rentenir kepada kompeni (nu
terakhir rada absurd yah??bae, notes aing kumaha aing!wasit goblog!hidup
Persib!). Ini pertanyaannya: “Apakah manusia punya hati?”..jengjreeeeeeeenggg!!!!Maxim
maenin tuts-nya di B flat Major 7-13 rada miring. Maxims pragmatics??lain,ieu
mh Maxim tukang Kentang Arab.
Tukil menukil sudah umum, dan ini juga menukil dari beberapa sumber
yang (tak) dapat dipercaya sepenuhnya, bahwa kita, jelas punya HATI. Saya pernah
liat koq di Youtube saat seonggok jaringan mati otak tengah di lukis pisau
bedah di sekitaran abdomennya, seperti karung terigu berisi santan kental, saat
pisau digerakkan, isi perut berlomba keluar. Kasihan si cadaver itu. We A Wa Te
I Ti eR. Ya memang, itu cuma “mantan” manusia, tapi da euy, karunya ai
kitu-kitu teuing mah (Kaciri tah emosina maen!). Ah,,biarkan lah, tubuhnya
memang sudah didonasikan untuk dunia pendidikan. Cadaver yang tengah di bedah
para mahasiswa kedokteran itu cukup terlihat nyaman, tidak meringis dan tidak
complain (nya enya da geus paeh!!). Ada hati, ginjal, paru-paru, jantung,
empedu dan usus terburai kehitaman saat ujung pisau selesai menari di perut. Dipikir-pikir,
kita itu sama yah, mau yang pinter, mau yang tolol, mau yang cantik, mau yang
ganteng, mau yang jelek, tetep weh kalo udah terbujur kaku mah nantinya jadi
mayat dan haroream teuing pan ngagugulung yang udah meninggal, kajeun pinter
dan cantik ge. (Nya lah kecuali yang Necrophilia,, eta mah beda deui!)
Hati,sesuai fungsinya adalah penetral racun. Tapi kenapa di asumsikan
dengan fikiran dan pemikiran dan cinta?? Apakah secara harfiah? Begitukah? Hey
kamu, jawab!! Kenapa cinta harus dengan hati? Analogikan bahwa cinta itu racun,
mungkin akan masuk akal kalo diolah oleh hati. Tapi kan cinta itu abstrak,
kenapa data dan property cinta di telaah oleh hati yang notabene penawar dan
penetral racun dalam tubuh? Lalu kemanakan logika? Lalu untuk apakah sang otak
kita yang jenius yang telah dilindungi dengan hati-hati dan tersistem oleh
tempurung berbahan kalsium padat (meureun)? Tetap, logika mengalah atas emosi.
Emosi dan rasa itu seperti segalanya dalam hidup ini. Seperti Cajon Meinl yang
dipaksakan masuk dalam mug bundar tidak bulat. Bagaimanakah kita memaksakan
agar si Cajon masuk? Bukan dengan paksaan tentunya, tapi pakai logika dan rasio,
Bung! Jawabnya: Cari mug yang ukuran diameternya sama dengan lebar penampang
bawah Cajon!! Terserah,,mau pas atau tidak, yang penting masuk! Itu kan
tujuannya?? Oke,,beres. Lagi-lagi hal itu sulit dikaitkan dengan cinta terhadap
lawan jenis, logika mah paeh! Kita bukan saja harus masuk, tapi juga harus pas,
yang kemudian disebutlah dengan istilah “Sehati”. (anyir, Jiga ngaran warung
nasi deukeut kosan urang!sumpah marurah.)
Beginikah cara sang Venus memandang cinta? Ah,,sulit ternyata
mengalahkan rasa dan emosinya. Pengaruh kromosom mungkin. Bagaimana yah
mendapatkan hatinya (lagi-lagi hati!) sang Venus? Salah-salah nanti bisa
Venustraphobia kalo terlalu sulit. Ah, mungkin harus banyak makan gehu. Bagi
saya, subjektif dan objektif, kita itu seperti flash light, lampu senter
bertenaga 2 baterai ABC nu koneng tea gening. Wanita sebagai baterai pertama,
dan laki-laki baterai kedua. Kita butuh satu sama lain untuk menerangi
kegelapan. (maaf, saya menukil dari film “don’t look down!” produksi tahun
2008, film indie berbahasa Spanish kalo ga salah). Disitu dikatakan bahwa,,aduh
maaf yah rada vulgar, mohon anak kecil usia di bawah 25 tahun tutup telinga dan
mata dan jauhkan dari sabun. Jadi begini, manusia itu berpasangan, saat
laki-laki berhadapan dengan wanita, dengan posisi telanjang bulat, nah
disitulah kita bisa lihat kutub-kutub positif dan negativnya. Yah,coba saja lah
renungkan sendiri, batu baterai seperti apa bentuknya, lalu terapkan dengan
analogi saya tentang wanita dan laki-laki. Atau kalo mau lebih jelas, silahkan
nonton filmnya lah, di saya ada, cuma 702 MB, muat lah di flashdisk mah.
Jadi, mengapakah cinta
dipandang dengan cara yang lain? Mungkin itu kodrat. Dan ah, I know God will not give anything
I can’t handle. I just wish that He didn’t trust me so much (Mother
Theresa).
Renungkan wahai Venus, Mug kita itu tidak mungkin pas di isi Cajon.
Renungkan juga bahwa kita dalam kegelapan, kita butuh cahaya terang menuju
kesana. Renungkan bahwa kita sedang mimpi sebelum terbangun di akhirat yang
sama. Renungkan bahwa kita akan terus melemah, kita akan saling menopang
karenanya. Renungkan bahwa kita hanya punya satu sayap, kita butuh bersatu kalo
mau terbang. Renungkan bahwa kita bukan Vatikan dan Illuminati. Renungkan bahwa Tuhan sudah menentukan, dan kita tinggal
patuh saja. Renungkan harga sembako yang kian merangkak naik sebelum puasa
tiba, tiket kereta api naik 20% sebelum tuslah, kebijakan pemerintah atas TDL
yang berdampak pada BBM. Duhai Venus, renungkan yah,,dan semoga dengan ini, akan
ada semiotika gesture yang kemudian bisa hadir dalam rentang waktu dimana otak
kita belum terlanjur membeku satu sama lain karena terlalu dipenuhi hal-hal
yang sebenarnya kita tidak perlu. Dan beri tanda yah kalo kamu sudah siap untuk
diajak bicara dan saya segera mengatakan “L word.” Dimana? dan Kapan? Well,
let’s see then..^^
Subscribe to:
Posts (Atom)