Sunday, January 22, 2012

Entah ini apakah! Apapun lah, ini Buatnya




“I’ll take a quite life for handshake more carbon monoxide no alarm and no surprises!” Thom York yang (katanya) schizophrenic malam ini berhasil menjejalkan pengantar konsep sebuah kebosanan akan sebuah sesuatu yang terus menerus dipaksakan. Menukil waktu yang diam dan dinamis, serta dinamisnya waktu yang diam. Bakar saja kalender dan kubur dalam-dalam jam kamu! dan kamu tidak akan pernah merasa tua. Berfikir logis tidak mungkin memecahkan hal serumit dan sepelik ini, teman-temanku yang baik. Usia memang menuntut perubahan dan perubahan menyita kelogisan tentunya. Aturan dan konvensi baku sudah terlanjur diresmikan terkait hal ini ,meski dibawah tekanan ke-subjektivitas-an dan ke-arbitrer-an. Mungkin ada ruang ketiga antara rasio dan emosi yang bisa menjelaskan ini, entah apalah namanya, tapi pasti ada. Mungkinkah intuisi? Ah, Intuisi hanyalah kebukanan yang terjadi saat sesuatu dirasionalkan namun buntu pada akhirnya. Metafisik kah? itu berlaku saat sedang susah berlogika, sulit menerawang angka-angka pengisi perut, terhimpit urusan dunia beserta penghuninya, terbujur di atas ranjang Rumah Sakit mahal, dikenai perasaan takut berlebih yang sangat seolah-olah demikian adanya, terpatrilinealkan dan termarjinalkan aturan sistemik, dan macam hal yang kadang terseok dan hanya ketersungkuranlah untuk menyelesaikannya. Apa dong? Apa sih? Mungkin ini!
Begini, pada dasarnya saya hanya ingin membahas konsep usil atas sebuah kesendirian yang sering dilontarkan mereka pada saya. Ya, ini ada kaitannya dengan si “Bumi” (jika dalam kasus ini saya kaum pemakan Apel terlarang itu). Andai dulu, sepersekian detik saja ibu saya berubah fikiran dalam urusan mengejan, mungkin tatanan kosmologis dalam tautan takdir akan berbeda, bukan? Bisa jadi hari ini mungkin saya tengah memikirkan untuk membeli beras, susu bayi, uang SPP anak dan kebutuhan istri buat besok. Tapi Tuhan itu adil sekali, Maha Adil dan sudah tahu akan keadaan makhluk-Nya yang rupawan nan hina ini, beserta nasibnya, “Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (20:112). Iya, Dialah adil seadil-adilnya. Mengapakah merasa tidak diperlakukan adil oleh Tuhan? Mengeluh setiap hari seolah-olah itu menyelesaikan masalah. Kalo begitu, oke, saya mau mengeluh:” Tuhan, mengapakah sampai hari ini hidup saya hanya sebelah? Mengapakah kesebayaanku menuntut keberduaan yang berujung pada penciptaan keluarga (baru)?” lalu apakah dengan ajaibnya akan muncul sesosok wanita manis telanjang bulat menjulur-julurkan lidah dan memakai stiletto yang siap kapan saja dibuahi? Ah tidak juga demikian. Kesendirian memang kadang memunculkan hal-hal yang terlihat absurd, aneh atau tidak rasional. Ini adalah seperti abad dimana manusia menganggap dunia tidak mungkin terlipat, karena planet ini tidaklah sebulat ruang mulutmu saat berujar “Ooooh..” dengan brutalnya karena pemikiran ortodok akan dunia. Dan planet ini tidak sesempit WC umum tempat saya berimajinasi sambil menguras substansi hangat tanpa ragu. Planet ini luas, luas sekali. Seluas mata kita berfikir menggantikan otak. Seluas kebodohan mereka terhadap makna ikhtiar. Namun sekarang? Dunia sudah terlipat sekecil detik dan sesempit jarak mata terhadap layar pendar. Sehingga detikpun dirupiahkan dan mata pun dimediakan.
 Melihat mereka yang berbahagia diatas podium yang ditinggikan beberapa puluh centi dihadapan teman dan kerabat, saya pun merasa ingin. Memang mudah memuali sesuatu dengan kebaikan (pernikahan), namun yang tersulit adalah mengakhirinya dengan kebaikan juga. Namun, hey, ada hal lain yang ternyata harus diprioritaskan dahulu sekarang. Teman-temanku, sudahlah, kalian juga kan butuh istirahat, kalian nikmatilah masa indah kalian di Bumi ini dengan otak bersih kalian yang terlindungi tempurung (padahal seharusnya tidak usah dilindungi sedemiukian rapihnya, karena otak bersih kalian tidak akan diminati museum Negara untuk diawetkan). Jangan terus-menerus memikirkan dan mengatur nasib saya yang menurut kalian tak berirama ini. Tenang, saya pun sebenarnya (sedang) punya dia. Dia yang tidak pernah tahu betapa saya ingin menjambak waktu agar berhenti. Terengah-engah mencuri bahan cerita baik dan buruk untuk disuguhkan. Memposisikan diri sebagai orang kiri sehingga dia akan merasa baik-baik saja dan aman di tempatnya. Dia bahkan mampu menidurkan hewan imut bertaring ditempat dimana semua hasil kerja keras menata huruf selama ribuan jam berjubel dengan indahnya juga sistemik. Mungkin dia orang baik, dan jika saya mendapatkannya, semoga menjadi yang terbaik, karena saya pasti sebaliknya. Dan bukankah wanita baik hanya untuk pria yang kurang baik? Ataukah wanita baik hanya untuk pria baik? Lalu saya? Tapi, kita itu seperti tomat. Ada teman saya yang parasnya sungguhlah abstrak, membenci tomat amat sangat, namun disisi lain dibelahan dunia lain, ribuan orang menyukai tomat. Simpulannya, kita punya pangsa pasarnya masing-masing. Jika saja  kami memang ditakdirkan menjadi dua orang baik-baik pada akhirnya, maka itu adalah bonus. Namun jika saya bukan untuknya, saya pasti orang baik yang harus mendapatkan wanita kurang baik untuk diperbaiki. Tapi, bisa jadi wanita kurang baik itu, dia. How, God? Is it okay? Diam berarti iya, Tuhanku yang Maha Baik, terima kasih, Tuhan.
Dan diakhir tahun (ini), mungkin saya akan mengajaknya belajar mengeja tanda-tanda tentangnya. (Bugi)
Ps: please listen to the track of Bruno Mars with his single Marry You! It’s cool, brilliant! ^^b

No comments:

Post a Comment