Berdiri selepas jam 9 malam di
sekitaran pintu gerbang sebuah komplek perumahan terkenal di kota ini, serasa
ditampar talenan daging yang sudah disimpen 3 tahun di dalem freezer. Okay,
dinginnya seperti itu lah kira-kira. Hari ini seperti hari-hari sebelumnya,
kota Bandung terus menerus diguyur hujan. Udah tradisi juga sih kalo bulan
berakhiran “-ber” itu pasti ujan terus, namun guwe yakin dibalik semua ini
pasti ada hikmah buat sebagian besar manusia di bumi, contohnya tukang cuanki.
Guwe berjalan beberapa langkah
menjauhi keremangan cahaya lampu jalanan menghindari gerimis yang terasa lebih
lebat saat disinari lampu. Air hujan yang dingin terus menerus turun
menampar-nampar muka hingga pucat pasi. Hujan malam ini tipis banget, rapat,
lembut, dan ini indah sekali. Ibarat kue sagon yang kalo kita makan lalu pas
masuk mulut kita ancurkan, kemudian kita tiupkan kembali sehingga tampak
seperti salju, indah banget! (indah,indah,, nenek lo koprol!!!).
Jaket guwe ini tebel sih
sebenernya, tapi bahannya dari kain yang mudah tembus, sehingga berasa banget
kalo air hujan itu lagi nyoba masuk melalui celah-celahnya. Guwe silangkan
lengan didepan dada, biar agak anget dan terlihat cool di depan orang-orang
yang lagi lalu lalang memakai payung lipat warna-warni. Gerimis makin tipis dan
menghilang, seperti juga orang-orang yang tadi berlalu-lalang, hanya tersisa asap
tipis yang keluar dari mulut. Guwe telusuri trotoar yang pinggirannya udah
mulai rapuh dan cat hitam-putihnya udah mulai luntur. Ditengah sendirian itu,
lalu guwe pasang earphone di mp3 kemudian search lagu-lagu di playlistnya.
Berjalan menyusuri trotoar licin ditengah sisa hujan malam ini sambil dengerin
music itu perfect banget. Jadi mirip kaya di foto-foto yang suka kita search
tuh di Google kalo pas lagi galau dan butuh profil picture buat di akun
facebook demi untuk membuktikan betapa sendirinya kita.
Jalanan mulai sepi, cuma beberapa
kendaraan aja yang lalu-lalang, berselisihan lampu, bersahutan klakson serta
berbagi carbonmonoksida hambar. Di seberang sana tampak beberapa tenda
bercahayakan neon, dengan kursi-kursi plastic biru muda yang tengahnya bolong
dan juga spanduk bertuliskan menu sebagai penghalang dinding. Tukang pecel lele
berbaju Persela, abang soto Jakarta dengan peci beludru kemerahan, si ibu
penjual ayam bakar dengan celemek yang ada kantung di depan sebagai dompet
darurat, dua orang pengamen bergitar Alegro yang lagi ngitung receh di pojokan,
dan tukang parkir yang sedang memain-mainkan periwitan di tangannya, mereka
semuanya lalu berakhir duduk di bawah cahaya neon yang terang-benderang
mengusiri laron.
Dari tempat guwe berdiri tadi,
ini mungkin udah hampir 300 meter dan masih belom juga kepikiran mau ngapain juga
guwe menunggu disini selarut ini. Dan ini udah lagu ke 8 yang diputer di
playlist. Sampai kemudian sesosok bayangan wanita terlihat dikejauhan berjalan
terburu-buru. Memakai payung warna ungu kembang-kembang serta membawa sebuah
jinjingan yang ditenteng di tangan kanannya. Guwe senyum, akhirnya dia datang
juga setelah sekian lama guwe nunggu, dialah si calon pengantin wanita yang
besok akan selalu bersama guwe dalam sebuah resepsi yang megah.
Dibawah cahaya keemasan lampu
kota, dia tampak manis dengan mata yang selalu seperti itu, membuat rindu. Guwe
langsung membalas langkahnya agar waktu semakin lambat bergerak dan memberikan
kesempatan lebih lama berbicara. Dan malam ini, guwe rindu sekali setelah
sekian lama kita dilarang bertemu. Guwe sadar meski rindu itu seperti sms,
kadang tak perlu dibalas oleh yang dirindukan.
Dia kemudian senyum dan matanya
menjadi semakin bening. Lantas guwe menanyakan kesiapannya besok, mengenai
semua prosesi yang akan sangat menyita waktu dan mungkin akan sangat melelahkan
dihari itu. Dia lalu mengangguk pertanda iya. Hanya beberapa kata saja yang
sempat dia utarakan, mungkin masih grogi untuk menghadapi hari esok, dan tak
lupa memberikan sebuah jinjingan berisi bungkusan. Tak lama, lalu dia pamit
pulang dan kata yang terakhir diucapkan adalah: “kamu besok harus hadir ya, dan
ini baju buat kamu, special banget udah aku bikinin, semoga ukurannya pas.”
Guwe senyum membalas ucapannya,
kemudian dia berjalan pulang dengan payung lipatnya hingga akhirnya berhenti
sebentar, lalu berbalik dan kembali berjalan lagi menjauh. Guwe pun pulang
membawa jinjingan berisi baju seragam untuk besok di acara nikahan dia dengan
seorang lelaki kaya yang berlangsung di sebuah hotel ternama di kota ini. Okay,
ini baju “pager bagus” yang harus guwe pakai besok, semoga ukurannya pas.
Setelah resepsi itu, guwe janji
akan selalu menjadi seseorang yang sangat tegar, dan akan kembali ke Jakarta
tanpa beban sedikitpun atas apa yang telah guwe alami.
Jam 21.58, guwe udah di dalem
taxi dan hujan menjadi deras kembali, semoga nikahan besok lancar, teman.
No comments:
Post a Comment