Sunday, January 22, 2012

Pada Akhirnya...


Berdiri selepas jam 9 malam di sekitaran pintu gerbang sebuah komplek perumahan terkenal di kota ini, serasa ditampar talenan daging yang sudah disimpen 3 tahun di dalem freezer. Okay, dinginnya seperti itu lah kira-kira. Hari ini seperti hari-hari sebelumnya, kota Bandung terus menerus diguyur hujan. Udah tradisi juga sih kalo bulan berakhiran “-ber” itu pasti ujan terus, namun guwe yakin dibalik semua ini pasti ada hikmah buat sebagian besar manusia di bumi, contohnya tukang cuanki.
Guwe berjalan beberapa langkah menjauhi keremangan cahaya lampu jalanan menghindari gerimis yang terasa lebih lebat saat disinari lampu. Air hujan yang dingin terus menerus turun menampar-nampar muka hingga pucat pasi. Hujan malam ini tipis banget, rapat, lembut, dan ini indah sekali. Ibarat kue sagon yang kalo kita makan lalu pas masuk mulut kita ancurkan, kemudian kita tiupkan kembali sehingga tampak seperti salju, indah banget! (indah,indah,, nenek lo koprol!!!).
Jaket guwe ini tebel sih sebenernya, tapi bahannya dari kain yang mudah tembus, sehingga berasa banget kalo air hujan itu lagi nyoba masuk melalui celah-celahnya. Guwe silangkan lengan didepan dada, biar agak anget dan terlihat cool di depan orang-orang yang lagi lalu lalang memakai payung lipat warna-warni. Gerimis makin tipis dan menghilang, seperti juga orang-orang yang tadi berlalu-lalang, hanya tersisa asap tipis yang keluar dari mulut. Guwe telusuri trotoar yang pinggirannya udah mulai rapuh dan cat hitam-putihnya udah mulai luntur. Ditengah sendirian itu, lalu guwe pasang earphone di mp3 kemudian search lagu-lagu di playlistnya. Berjalan menyusuri trotoar licin ditengah sisa hujan malam ini sambil dengerin music itu perfect banget. Jadi mirip kaya di foto-foto yang suka kita search tuh di Google kalo pas lagi galau dan butuh profil picture buat di akun facebook demi untuk membuktikan betapa sendirinya kita.
Jalanan mulai sepi, cuma beberapa kendaraan aja yang lalu-lalang, berselisihan lampu, bersahutan klakson serta berbagi carbonmonoksida hambar. Di seberang sana tampak beberapa tenda bercahayakan neon, dengan kursi-kursi plastic biru muda yang tengahnya bolong dan juga spanduk bertuliskan menu sebagai penghalang dinding. Tukang pecel lele berbaju Persela, abang soto Jakarta dengan peci beludru kemerahan, si ibu penjual ayam bakar dengan celemek yang ada kantung di depan sebagai dompet darurat, dua orang pengamen bergitar Alegro yang lagi ngitung receh di pojokan, dan tukang parkir yang sedang memain-mainkan periwitan di tangannya, mereka semuanya lalu berakhir duduk di bawah cahaya neon yang terang-benderang mengusiri laron.
Dari tempat guwe berdiri tadi, ini mungkin udah hampir 300 meter dan masih belom juga kepikiran mau ngapain juga guwe menunggu disini selarut ini. Dan ini udah lagu ke 8 yang diputer di playlist. Sampai kemudian sesosok bayangan wanita terlihat dikejauhan berjalan terburu-buru. Memakai payung warna ungu kembang-kembang serta membawa sebuah jinjingan yang ditenteng di tangan kanannya. Guwe senyum, akhirnya dia datang juga setelah sekian lama guwe nunggu, dialah si calon pengantin wanita yang besok akan selalu bersama guwe dalam sebuah resepsi yang megah. 
Dibawah cahaya keemasan lampu kota, dia tampak manis dengan mata yang selalu seperti itu, membuat rindu. Guwe langsung membalas langkahnya agar waktu semakin lambat bergerak dan memberikan kesempatan lebih lama berbicara. Dan malam ini, guwe rindu sekali setelah sekian lama kita dilarang bertemu. Guwe sadar meski rindu itu seperti sms, kadang tak perlu dibalas oleh yang dirindukan.
Dia kemudian senyum dan matanya menjadi semakin bening. Lantas guwe menanyakan kesiapannya besok, mengenai semua prosesi yang akan sangat menyita waktu dan mungkin akan sangat melelahkan dihari itu. Dia lalu mengangguk pertanda iya. Hanya beberapa kata saja yang sempat dia utarakan, mungkin masih grogi untuk menghadapi hari esok, dan tak lupa memberikan sebuah jinjingan berisi bungkusan. Tak lama, lalu dia pamit pulang dan kata yang terakhir diucapkan adalah: “kamu besok harus hadir ya, dan ini baju buat kamu, special banget udah aku bikinin, semoga ukurannya pas.”
Guwe senyum membalas ucapannya, kemudian dia berjalan pulang dengan payung lipatnya hingga akhirnya berhenti sebentar, lalu berbalik dan kembali berjalan lagi menjauh. Guwe pun pulang membawa jinjingan berisi baju seragam untuk besok di acara nikahan dia dengan seorang lelaki kaya yang berlangsung di sebuah hotel ternama di kota ini. Okay, ini baju “pager bagus” yang harus guwe pakai besok, semoga ukurannya pas.
Setelah resepsi itu, guwe janji akan selalu menjadi seseorang yang sangat tegar, dan akan kembali ke Jakarta tanpa beban sedikitpun atas apa yang telah guwe alami.
Jam 21.58, guwe udah di dalem taxi dan hujan menjadi deras kembali, semoga nikahan besok lancar, teman.

No comments:

Post a Comment